Selasa, 25 Desember 2012

POHON NATAL...bagaimana sejarahnya?

MERRY CHRISTMAS everyone...
God Bless all of you.... :)

Senangnya suasana Natal,meriah dimana-mana.
Saudara dan tetangga berdatangan ke rumah, anak-anakku senangnya bukan main! Karena rumah yang berpenghuni cuma 5 orang jadi lebih ramai daripada biasanya....hehe.

Kali ini aku ingin bercerita tentang pohon cemara yang menjadi Pohon Natal atau Christmas Tree.
Setiap akan merayakan Natal, kita sekeluarga selalu sibuk menyiapkan perayaan dengan penuh sukacita. Termasuk menghias pohon Natal. Tapi, sebenarnya kalian tahu tidak, bagaimana sih sejarahnya pohon cemara itu jadi icon Natal? Kenapa bukan pohon-pohon yang lain?


Ternyata, begini ceritanya friends....

Ada seseorang yang bernama Winfrid. Dia dilahirkan sekitar tahun 680 di Devonshire, Inggris. Pada usia lima tahun, ia ingin menjadi seorang biarawan. Dua tahun kemudian ia masuk sekolah biara dekat Exeter. Pada usia empatbelas tahun, ia masuk biara di Nursling dalam wilayah Keuskupan Winchester. Dia dikenal sebagai seorang yang giat belajar dan berpengetahuan luas.

Pada waktu itu, sebagian besar penduduk Eropa utara dan tengah masih belum mendengar tentang Kabar Gembira. Winfrid memutuskan untuk menjadi seorang misionaris bagi mereka. Setelah satu perjuangan singkat, ia mohon persetujuan resmi dari Paus St. Gregorius II. Bapa Suci menugaskannya untuk mewartakan Injil kepada orang-orang Jerman. Dan pada waktu itulah Winfrid mengubah namanya menjadi St.Bonifasius
Dengan rombongan pengikutnya yang setia, St. Bonifasius sedang melintasi hutan dengan menyusuri suatu jalan setapak Romawi kuno pada suatu Malam Natal. Salju menyelimuti permukaan tanah dan menghapus jejak-jejak kaki mereka. Mereka dapat melihat napas mereka dalam udara yang dingin menggigit. Mereka berjalan terus dan tiba di suatu tanah lapang di tengah hutan, dan di sana tampaklah pohon Oak Kilat Geismar yang keramat. 
“Di sini,” St. Bonifasius berseru sembari mengacungkan tongkat uskup berlambang salib di atasnya, “di sinilah pohon oak Kilat; dan di sinilah salib Kristus akan mematahkan palu sang dewa kafir Thor.”

Di depan pohon oak itu ada api unggun yang sangat besar. Percikan-percikan apinya menari-nari di udara. Warga desa mengelilingi api unggun menghadap ke pohon keramat. St. Bonifasius menyela pertemuan mereka, “Salam, wahai putera-putera hutan! Seorang asing mohon kehangatan api unggunmu di malam yang dingin.” Sementara St. Bonifasius dan para pengikutnya mendekati api unggun, mata orang-orang desa menatap orang-orang asing ini. St. Bonifasius melanjutkan, “Aku saudaramu, saudara bangsa German, berasal dari Wessex, di seberang laut. Aku datang untuk menyampaikan salam dari negeriku, dan menyampaikan pesan dari Bapa-Semua, yang aku layani.”

Hunrad atau Pendeta Dewa Thor memimpin para pengikutnya memanjatkan puji-pujian kepada Dewa Thor.Ketika suara-suara itu telah reda, Hunrad mengumumkan, “Tak satu pun dari hal-hal ini yang menyenangkan dewa. Semakin berharga persembahan yang akan menghapuskan dosa-dosa kalian, semakin berharga embun merah yang akan memberi hidup baru bagi pohon darah yang keramat ini. Thor menghendaki persembahan kalian yang paling berharga dan mulia.”       
Kemudian Hunrad menghampiri anak-anak, yang dikelompokkan tersendiri di sekeliling api unggun. Ia memilih seorang anak laki-laki yang paling elok, Asulf, putera Duke Alvold dan Thekla. Anak itu akan dikurbankan untuk pergi ke Valhalla guna menyampaikan pesan rakyat kepada Thor. Orang tua Asulf terguncang hebat. Tetapi, tak seorang pun berani berbicara.

Hunrad menggiring anak itu ke sebuah altar batu yang besar antara pohon oak dan api unggun. Ia mengenakan penutup mata pada anak itu dan menyuruhnya berlutut dan meletakkan kepalanya di atas altar batu. Orang-orang bergerak mendekat, dan St. Bonifasius menempatkan dirinya dekat sang pendeta. Hunrad kemudian mengangkat tinggi-tinggi palu dewa Thor keramat miliknya yang terbuat dari batu hitam, siap meremukkan batok kepala Asulf yang kecil dengannya. Sementara palu dihujamkan, St. Bonifasius menangkis palu itu dengan tongkat uskupnya sehingga palu terlepas dari tangan Hunrad dan patah menjadi dua saat menghantam altar batu. Suara decak kagum dan sukacita membahana di udara. Thekla lari menjemput puteranya yang telah diselamatkan dari kurban berdarah itu lalu memeluknya erat-erat.  

St. Bonifasius, dengan wajahnya bersinar, berbicara kepada orang banyak, “Dengarlah, wahai putera-putera hutan! Tidak akan ada darah mengalir malam ini. Sebab, malam ini adalah malam kelahiran Kristus, Putera Bapa Semua, Juruselamat umat manusia. Ia lebih elok dari Baldur yang Menawan, lebih agung dari Odin yang Bijaksana, lebih berbelas kasihan dari Freya yang Baik. Sebab Ia datang, kurban disudahi. Thor, si Gelap, yang kepadanya kalian berseru dengan sia-sia, sudah mati. Jauh dalam bayang-bayang Niffelheim ia telah hilang untuk selama-lamanya. Dan sekarang, pada malam Kristus ini, kalian akan memulai hidup baru. Pohon darah ini tidak akan menghantui tanah kalian lagi. Dalam nama Tuhan, aku akan memusnahkannya.” St. Bonifasius kemudian mengeluarkan kapaknya yang lebar dan mulai menebas pohon. Tiba-tiba terasa suatu hembusan angin yang dahsyat dan pohon itu tumbang dengan akar-akarnya tercabut dari tanah dan terbelah menjadi empat bagian.

Di balik pohon oak raksasa itu, berdirilah sebatang pohon cemara muda, bagaikan puncak menara gereja yang menunjuk ke surga. St. Bonifasius kembali berbicara kepada warga desa, “Pohon kecil ini, pohon muda hutan, akan menjadi pohon kudus kalian mulai malam ini. Pohon ini adalah pohon damai, sebab rumah-rumah kalian dibangun dari kayu cemara. Pohon ini adalah lambang kehidupan abadi, sebab daun-daunnya senantiasa hijau. Lihatlah, bagaimana daun-daun itu menunjuk ke langit, ke surga. Biarlah pohon ini dinamakan pohon kanak-kanak Yesus; berkumpullah di sekelilingnya, bukan di tengah hutan yang liar, melainkan dalam rumah kalian sendiri; di sana ia akan dibanjiri, bukan oleh persembahan darah yang tercurah, melainkan persembahan-persembahan cinta dan kasih.”  

Maka, mereka mengambil pohon cemara itu dan membawanya ke desa. 
Duke Alvold menempatkan pohon di tengah-tengah rumahnya yang besar. Mereka memasang lilin-lilin di dahan-dahannya, dan pohon itu tampak bagaikan dipenuhi bintang-bintang. Lalu, St. Bonifasius dan Hunrad duduk di bawah kakinya, menceritakan kisah kelahiran Yesus Kristus. Semuanya mendengarkan dengan takjub. 
Si kecil Asulf, duduk di pangkuan ibunya, berkata, “Mama, dengarlah, aku mendengar para malaikat itu bernyanyi dari balik pohon.” Sebagian orang percaya apa yang dikatakannya benar; sebagian lainnya mengatakan bahwa itulah suara nyanyian yang dimadahkan oleh para pengikut St. Bonifasius, “Kemuliaan bagi Allah di tempat Mahatinggi, dan damai di bumi; rahmat dan berkat mengalir dari surga kepada manusia mulai dari sekarang sampai selama-lamanya.”
(diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald)

Nahhhhh....itu ceritanya friends! 
Mulai sekarang, kalau sedang menghias Pohon Natal, jangan lupa mengucapkan terimakasih pada St. Bonifasius ya. Karena berkat dia, kita punya pohon yang sangat indah untuk merayakan kelahiran Sang Juru Selamat!

Selamat menikmati liburan friends...dan,
Semoga Natal tahun ini memberikan kebahagiaan dan kedamaian bagi kita semua...amen.
   

Baca ini juga friends :
http://yesaya.indocell.net/id658.htm
http://liputankita.com/artikel-liputankita/sejarah-pohon-natal-pohon-natal-hanyalah-sekedar-hiasan-liputankita.html
http://jecknyo.blogspot.com/2012/12/pohon-cemara-pohon-natal-kenapa.html

Tidak ada komentar: